Langsung ke konten utama

Tebing Di Ujung Gang Bagian Sepuluh

 

10. Penculik

Waktu yang aku tungggu-tunggu  tibalah saatnya untuk menjadi seorang vloger. Aku persipakn kamera dan juga stabilizer cameranya. Dalam tas aku membawa perlengkapan lainya dan tidak lupa mebawa uang. Bukan  untuk menyogok mereka, tapi sebagai hadiah untuk penduduk di sana karena aku ambil gambar daerah mereka. Walaupun itu hanya pura –pura saja, karena tujuan yang sebenarnya aku ingin ketemu Ana.

Semalaman aku hampir tidak bisa tidur. Aku niat dalam hati besok pagi - pagi aku akan datang ke perumahan kumuh itu, ingin tahu siapa Ana dan kenapa melihatku seperti ketakutan padahal aku tidak berbuat jahat.

Begitu terdengar suara tarhim dari masjid aku sudah bangun untuk mempersiapkan segalanya. Hari ini aku tidak akan main futsal dengan teman – teman dulu. Jadwal untuk main futsal aku  batalkan karena aku punya misi rahasia. Teman - temanku ke cewa karena aku tidak bisa main bersama mereka. Aku bkatakan saja  ada pekerjaan mendadak yang harus diselesaikan, mereka akhirnya mengerti juga.

Sebagaimana biasa aku simpan sepeda di caouternya temanku, Ujang. Dia bertanya  kepadaku mau kemana. Aku katakan kepadanya aku sedang membuat conten untuk  channel  you tube ku. Ujang mengerti karena aku seorang vloger juga, walau tidak porfeiosnal. Setelah aku titipkan spedaku aku berjalan  ke mulut gang yang kemarin tempat Ana masuk dari sana.

Aku menelesuri gang yang kemarin,gang itu sempit dan banyak penduduk.Samapailah aku di ujung gang dan harus menyebrang sebuah jembatan kecil. Sungai yang di bawahnya berwarna kecoklatan airnya.Tidak ada yang nyuci disana apalagi mandi ada juga  yang sedng memancing  entah ikan apa yang ada di sana.

Sampailah aku di ujung jembatan besi itu dan belok ke ke kanan di situ berjejer rumah kumuh dan anak- anak yang tidak memakai baju sedang bermain bersama teman – temannya. Bermain roda motor bekas. Mereka sangat bahagia ketika aku memvideo mereka dengan kameraku. Setiap gang yang ada di perumahan tersebut aku video.

Aku istirahat di depan sebuah warung di seberang mulut gang, sebelum melanjutkan mengambil video perumahan tersebut. Di depan warung itu aku membeli air mineral padahal aku dari rumah sudah membawa bekal, hanya pura -pura saja sambil nanya –nanya. Aku masukan saja air mineral dan makanan ringannya, karena suasanannya tidak membuat aku berselera. Aku duduk di atas bangku warung itu sambil melihat Anak - Anak kecil bermain girang berkejaran ke sana ke mari, mereka sangat senang. Mereka tidak mengerti dengan kehidupan, hidup mereka hanya main.

Dengan asyiknya aku mengambil gambar anak- anak, tiba tiba Ana muncul dari mulut gang. Dia menatap aku dia langsung lari. Aku tidak salah lagi bahwa itu adalah Ana yang aku cari selam ini. Aku memanggilnya Ana  dan bangkit dari tempat dudukku menyusul Ana. Aku pergi menuju  ke mulut gang tempat Ana tadi muncul. Aku panggil dia beberapa kali tapi tidak ada jawaban karena keburu menghilang.

Aku kehilangan jejak Ana tidak bisa bertemu lagi. Aku menelusuri gang  tempat Ana muncul, ternyata setelah beberapa meter dari mulut gang ternyata tebing. Gang itu buntu hanya ada tebing yang di bawahnya ada sungai  yang aku lewati dari jembatan tadi. Aku berdiri di atas tebing di ujung gang terlihat jembatan tempat menyebrang aku tadi. Entah di mana rumah Ana? Kalau aku ketuk setiap rumah aku rasa aku tidak berani, takut terjadi kesalahpahaman apalagi daerah ini aku tidak kenal. Mau nanya ke orang juga tidak yang kenal dan pasti mereka tidak akan beritahu. Caranya aku harus mengambil video gang itu pura - pura  jadi vloger .

ketika aku akan kembali dari gang itu, terdengar suara Anak menangis dari dalam sebuah rumah.

‘’Maafkan  Ana mah, Ana ga nurut sama mamah ‘’

“Makanya kamu sekarang harus nurut sama mamah’’

“Tapi orangnya tadi Ana lihat sudah ada di depan gang”

“Tidak …tidak usah takut, kamu ada mamah nak…berapa orang yang datangnya?”

“Ana lihat cuma sendirian mah”

“Membawa apa orangnya?”

“Tidak bawa apa –apa, cuman bawa kamera mah”

“Kita lapor sama pak tua saja “

Mendengar obrolan mereka dari dalam rumah itu, pantesan Ana takut sama aku dan selalu menjauh bahkan tidak pernah dagang lagi dia menyangka bahwa aku penculik Anak, mungkin karena ketakutan diculik sehingga dia harus hati – hati, karena selalu diajarin oleh ibunya agar harus hati – hati, mugkin itu yang membuat Ana sangat ketakutan sekali.Ketika sedang mendengar percakapan mereka di ujung gang dekat rumah itu, aku ingin sekali mengetuk pintu rumah Ana tersebut, karena sekarang aku sudah yakin itu suara Ana di dalam. Dari dalam rumah tidak terdengar suara yang lain adanya hanya suara mereka berdua. Ketika aku mau memberanikan diri mau mengetuk pintu itu tapi ragu ragu, juga takut mereka ketakutan, tapi kalau baik-baik mungkin mereka akan mengerti. Belum sampai aku beres memikirkan untuk mengetuk pintu, tiba tiba di belakngku ada dua orang datang dan langsung membentaku.

“Kamu ya yang selalu menggangu Ana?”

Aku ternganga mendengar ucapan seperti itu, dengan suaranya yang berat. Orangnya tinggi besar  dan berambut panjang sudah putih dengan jenggot putih semua. Dia langsung menarik kerah bajuku. Kasar sekali orang tua itu. Sepertinya dia mantan preman tidak punya sopan santun main pegang saja.

“Bukan pak.” Jawabku mencoba dengan tenang dan lembut, sambil mengakat tanganku.

“Apa maksudnya kamu selalu mengikuti Ana?”

Belum juga aku bicara  dia  bicara sambil melotot matanya sepertinya dia mau menerkam aku.

“Kalau kamu tidak pergi dari sekarang gua habisin lu di sini.pergi ga.?”

“Maaf pa mungkin bapak salah paham?”aku mencoba menenangkan orang itu.

“Salam paham bagaimana ? kamu kan yang  selalu mengikuti Ana? pasti pasti kamu orang jahat!”Orang besar itu  semakin galak menatapku seakan mau menelanku. Mendengar orang besar itu berteriak- teriak ada penjahat, orang di sekitar itu  pada datang dengan berbagai macam senjata yang siap menghabisiku. Dengan wajah kasar,  mereka menatap dengan penuh kebencian dan mendekatiku. Tapi aku tenang dan pasrah kepada tuhan. Aku tidak bisa apa apa  hanya  pasrah dan berusaha tenang  berbicara kepada mereka. 

“Sebelumnya aku minta maaf pak, aku tidak sopan kepada bapak dan penduduk disini. Aku hanya seorang vloger atau youtuber yang  mengambil video di sini kalau tidak diijnkan aku akan hapus video tersebut. Aku akan pergi secepatnya.”

“Terus ngapain kamu  selalu mengikuti ana?” Orang besar itu mengintrogasiku sedangkan yang lain hanya menonton kami, mereka siap siap menunggu komando dari pak tua itu. Sekali perintah dari  pak tua ke mereka rasanya habis sudah badanku ini  digebukin mereka.

“Asalnya  aku ingin mewancarai Ana tapi  Ana tidak pernah lagi bertemu dan baru kemarin aku melihatnya. Aku akan pergi dari sini pak  tapi ijinkan dulu aku bertemu Ana. Kalau memang Ana merasa terganggu denganku dan bapak tidak mengijinkan aku akan pergi dari sini.”

Hapus seluruh video itu, sambil seseorng merampas  cameraku dan membatingkan ke tembok dan jatuh ke tebing di ujung gang. Aku hanya diam saja melihat kejadian seperti itu. Dengan cara apalagi aku harus membujuk mereka  agar mereka percaya aku bukan  penjahat.

”Pergi kamu sekarang sebelum orang - orang di sini ngamuk  nggebugin kamu.”Orang besar yang  brewok itu mengusir aku. Suara orang besar itu menggelagar keras sekali mengalahkan suara kebisingna ibu kota.

Daripada cari bahaya aku sekarang lemah saja tidak keras kepala. Suara di dalam rumah menjadi berhenti. Obrolan dan tangisan Anak itu pun tidak terdengar lagi. Tua muda, pria wanita  datang memenuhi gang itu seperti  penasaran mau melihat penjahat yang tertangkap tangan. Seperti penjahat  tertangkap tangan aku di kerumunin orang.Akhirnya aku pergi dan lihatin semua orang disitu,kerah bajuku ditari seolah olah diseret keluar dari gangitu.Sebagian orang berkata.

“Masa iya siang - siang begini mau menculik seorang Anak?”

 “Masa penculiknya rapih sekali? sepertinya dia baik dan sopan.”

“Bisa saja mba supaya tidak kelihatan seperti penculik.”

Dari balik orang banyak ada yang datang pak tua berpeci sudah lusuh dan langsung menghapiri kami. Badanya sama seperti orang yang membentakku tadi,tinggi besar  rambut putih tertutup peci   dan berjenggot  tapi kulitnya putih bersih  seperti bukan orang sana. Wajahnya bercahaya dengan penuh wibawa. Ketika dia datang semua orang menyingkir memberikan jalan.

“Ada apa ini?”dia bertanya dengan penuh wibawa.

“Dia yang akan  menculik Ana pak Badrun” Kata orang besar  yang memegang kerah bajuku dia bersikukuh bahwa aku akan menculik Ana.

“Sudah jangan dulu menuduh begitu jangan berbuat kasar dulu.” Kata orang yang dipanggil Badrun itu. Dengan penuh wibawa dia berkata begitu langsung orang besar yang memegang  kerah bajuku melepaskan tangannya. Orang - orang yang mengacungkan senjata mereka sekarang seakan lemah.

“Sini nak!” Pak Badrun  mengajak ke sebuah rumah. Aku meninggalkan tebing dijung gang itu ke sebuah rumah. Aku duduk di sebuah teras sebuah rumah di depan warung yang aku tadi beli air mineral. Aku menjadi tontonan banyak warga di sana. Aku seperti maling ayam yang ketangkap tangan sedang diintrogasi. Aku sudah siap dengan  kejadian seperti ini. Aku merasa tenang degan kehadiran pak Badrun itu.

“Jadi maksudnya gimana nak ,sampai kamu bisa tahu Ana dan mengikuti anak itu?”Tanya pak Tua  sambil memandang wajahku dengan sorot mata yang penuh wibawa.

Aku ceritakan dari awal sampai akhir kepada pak tua itu dan tidak mau membohonginya supaya jelas semuanya. Aku sampaikan juga kartu penduduk aku dan sekalian kartu nama aku bila perlu dengan dompet –dompetnya. Aku minta ijin untuk minum dahulu supaya aku lebih tenang sedikit.

“Nah sekarang sudah jelas orang mau silaturahmi ko di sangka penculik, Coba bawa Ana ke sini dengan ibunya.”

Salah seorang dari  orang yang berkumpul di situ  dengan cepat  menjemputnya.Tidak begitu lama  orang yang menjemputnya  sudah datang lagi tapi tidak membawa orang yang dijemputnya. Katanya mereka akan datang sebentar lagi.

 

Di sekelilingku orang - orang bukannya bubar tapi semakin penasaran apalagi setelah Ana  dijemput. Aku menunduk malu juga, dilihat oleh orang banyak seperti  maling, tapi lebih baik asal aku selamat tidak digebukin  pak tua tadi.

Akhirnya kedua orang itu datang dan diringi orang lain sedangkan aku tidak menatap mereka, kerena aku malu jadi aku menundukan kepalasaja. Pak tua  di depanku bergeser ke sebelah kananku, duduknya.

“Ini Ana itu !” Kata pak tua sambil menepuk pundakku.

Ketika kuangkat kepala untuk menatap Ana. Jantungku terasa mau copot dan berhenti berdetak lagi. Mulutku mengnganga suaraku tertahan di tenggorokan. Desir darahku menjadi beku dan keringat dingin mulai bercucuran dan gemetar seluruh tubuhku seakan menghadapi sakarul maut. Semua orang saling menatap  melihat aku bergetar seakan demam tinggi. Nafasku seperti tersedat seperti sedang menanjak gunung tinggi. Hampir aku tidak bisa mengendalikan diriku dan tidak percaya dengan apa yang ada di hadapanku. Melihat wajahnya ibu Ana seakan  petir menyambar di siang hari. Tapi aku yakin ini bukan  mimpi. Aku paksakan dengan sisa suara dan tenagaku aku bertanya.

“Mey?”

“Mas Deni. ‘

Walau bagaimanapun berubahnya Mey mungkin karena keletihan dan kelemahan karena harus berjuang mencari nafkah tapi aku masih bisa mengenalnya dengan sempurna, walau tinggal di daerah kumuh seperti itu.

Mulai saat itu Mey menangis sejadi - jadinya sambil memeluk Ana seperti dalam sebuah adengan film derama, kami ditonton orang orang banyak. Pak tua dan orang di sana semakin kebingunngan tidak mengerti dengan kejadian seperti itu mereka hanya melengo melihat kami.

Pak tua jadi bengong, semua orang tidak mengerti dengan kejadian ini. Melihat mey menangis aku jadi turut menangis dan begitu juga dengan Ana. Orang yang tadi berlaku kasar kepadaku mereka saling berpandangan tidak mngerti apa yang terjadi. Ibu - ibu malah semakin penasaran berkumpul dan ingin tahu yang sebenarnya, walau mereka semua penasaran tapi tak satupun dari mereka bersuara sepertinya  mereka membiarkan kami menangis.

Mey menangis sambil memeluk Ana, Mey tidak berakata apapun karena suaranya tertahan dengan tangisannya. Pak tua hanya diam dan membiarkan kami menangis. Setelah agak lama, Ana bertanya kepada Mey.

“Mah ada apa sebenarnya kok mamah jadi nangis begini?” sambil membelai pipi Mey

“Kamu tahu nak, itu bukan penculik tapi ayah mu.”

“Anak ku.”Kataku langsung bertanya seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mey tadi.

“Iya mas ini Anak kamu, demi Allah ini Anak kamu!” Sambil menatap mata Ana dan memeluk Ana.

“Ko bisa Mey?”

 “Ana ini ayahmu mu nak .”Mey menunjuku kearah ku, sambil menatap wajah ana.

Ana mendekatiku dan langsung memelukku tangisan Ana pecah. ternyata Ana adalah Anaku… pirasat seorang ayah..Ana menangis dipelukan dan semua yang hadir jadi mengerti sekarang dan semua orang yang hadir di situ ikut terharu menonton pertunjukan kami bertiga yang bukan sandiwara tapi kehidupan yang nyata. Akhrinya semua menangis.

“Maafkan  ayah ya nak.”Sambil aku cium kening Ana dan sambil kubelai kepala Ana .

“Maafkan  Ana juga sudah menuduh ayah penculik”

“Tidak apa - apa sayang.”

 “Ana sekarang ikut  ayah ya”

“Mamah juga ikut?kata Ana sambil melirik ke Mey.”

Ketika Ana mengajak mey  mau ikut, aku sedikit ragu  aku takut mey sudah bersuami. Nanti bermasalah lagi aku  bisa digebugin sama suaminya. Biarlah Ana aku bawa pergi kalau Mey memang sudah bersuami. Aku merasa merana kalau Mey sudah bersuami dan harus berpisah lagi. Tapi apalah daya kalau memang itu  sudah  takdir aku terima saja.

“Mamah di sini saja sayang, kamu ikut ayahmu!”

“Kamu tidak mau ikut  mey?

“Nanti bermasalah Mas.”

“Bermasalah apa”

Sebelum Mey  menjawab Pak Tua sudah memotong pembicaraan kami. Syukurlah ternyata kalia satu keluarga. Sekarang Ana sudah menemukan ayahnya. Silahkan kalian melepaskan rindu, ayo semua bubar saja jangan menggganggu mereka.

 “Maafkan aku pak tadi kami sudah berlaku kasar dan menuduh bapak penculik Ana.”Kata kedua orang yang tadi membanting kameraku. Nasib kameraku  bagaimana yang sudah ditelan sungai itu. Tapi aku tidak memperdulikanya lagi  yang penting aku sudah bertemu dengan mereka Ana dan mey.

“Tidak masalah pak saya juga minta maaf sudah merepotkan bapak semua di sini.”Sambil aku ulurkan tangan untuk menjabat tangan mereka.

“Oh tidak pa, tidak merepotkan ambil hikmahnya saja atas kejadian ini.”Kata pak tua sambil tersenyum

“Kami permisi pak” kataku kepada mereka.

“Selamat ya Ana sekarang kamu sudah menemukan ayahmu.” Semua ibu mengucapkan selamat mereka ikut bahagia.

“O iya Mey kenapa kamu tidak mau ikut?”tanyaku penasaran

“Takut bermasalah mas.”

“Malasah apa maksudnya.”

 “Aku di sini saja mas,takut ada yang marah.”

“Siapa yang marah?”

“Ya istri mas.’

“Paling juga suami kamu”

“Aku tidak  bersuami mas sejak kepergiamu. Aku hanya  menanti kedatanganmu  kembali walau seperti menanti bintang jatuh ke bumi. Aku bersumpah tidak akan bersuami lagi sebelum bertemu dengan mu Mas. Aku hanya menanti keajaiban. Setiap malam aku berdoa semoga dipertemukan kembali, seperti nabi Yusuf dengan saudaranya Bunyamin dan ayahnya Nabi Yakub atau seperti Adam dan Hawa. Ternyata doaku terkabul setelah sepuluh tahun berlalu. Adam dan Hawa bertemu kembali di Jabal Rohmah tapi kita bertemu  di tepi tebing di ujung gang.”

“Kalau begitu aku juga sama bersumpah dalam hati tidak akan  beristri sebelum berejumpa dengan kamu Mey. Ternyata kekuatan doa dan cinta  membawa keajaiban.laksana dewi sinta  yang lepas dari tangan srei rama tapi kau tetap setia  walau kita berpisah sepuluh tahun lamanya.Sekarang kamu berkemas ikut aku dan jangan sampai pristiwa  dahulu terulang lagi .Aku tidak ingin Anak kita jadi korban dari perpisahan.Akupun tidak ingin kehilanganmu lagi”sambil aku peluk Ana .ternyata anak pedagang  asongan itu adalah anaku ku sendiri pantesan ada peraasan lain ketika aku  berjumpa dengan ana.

“Iya mas.”

“Iya mah ayo ikut papa aja iya kan pah.”kata Ana sambil memegang tangan Mey

“Sekarang berkemas  dan ikut aku ”

Semua orang di sana sekarang bergembira dan bersedih di mana mereka harus kehilangan mey dan Ana, terutama  pak tua  yang sudah menganggap  Mey sebagai baian dari  keluarga mereka sendiri. Tapi aku yakinkan kepada mereka  bahwa  aku  tidak akan  melupakan mereka yang telah berjasa, kepada Mey dan  dan Ana. Pasti hari- hari nanti akan mengunjungi mereka, sebagai pengganti orang tuaku sendiri.

Hari itu peluk Cium dan tangisan pecah di sana, dilanjutkan dengan lambayan tangan perpisahan. Selain ucapan perpisahan  mereka mengantar kami dengan doa. Semua orang itu mengantar hanya  di ujung jembatan kuning. Kami terus melangkah  dan menyebrangi sungai ibu kota di atas jembatan kuning. Sampai di tengah  jembatan kami bertiga berhenti dan membalikan badan  untuk melambaikan tangan kepada pak tua dan orang yang mengantarkan kami di seberang jembatan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perpisahan Kelas 5 MI Cijulang di Rumah Guru Kelas

  Pada hari   kamis yang sedikit mendung namun tidak mengurangi rasa bahagia, siswa-siswi kelas 5 MI Cijulang mengadakan acara perpisahan yang sederhana namun berkesan. Acara ini dilaksanakan di rumah saya sebagai guru kelas   mereka sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur atas perjalanan belajar selama satu tahun. Suasana penuh keakraban terasa sejak awal. Para siswa datang dengan pakaian rapi dan senyum ceria. Saya menyambut mereka semua  dengan ramah dan hangat. Karena acaranya tidak formal hanya ngobrol biasa -biasa saja . Setelah itu, kegiatan inti pun dimulai makan bersama. Aneka hidangan yang sudah   tersaji dengan beralaskan daun pisang. Suasana makan berlangsung santai dan penuh tawa, menciptakan kenangan manis bagi semua yang hadir. Acara ini bukan hanya sekadar perpisahan, tetapi juga bentuk kebersamaan dan rasa kekeluargaan antara guru dan siswa.Semoga kenangan indah ini menjadi penyemangat bagi siswa dalam melanjutkan pendidikan mereka ke ke...

MTs Yasira Gelar Acara Perpisahan Sederhana Namun Penuh Haru dan Kebahagiaan

Suasana haru dan penuh suka cita menyelimuti Halaman Mts Yasira  pada hari Senin (16/6/05), saat seluruh siswa kelas IX mengikuti acara perpisahan yang digelar sebagai penutup perjalanan mereka selama tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Acara bertajuk “Langkah Awal Menuju Masa Depan” ini dihadiri oleh seluruh siswa kelas IX, orang tua, dewan guru, serta staf sekolah. Rangkaian kegiatan dimulai sejak pukul 08.00 pagi dengan pembacaan doa, sambutan kepala sekolah, serta perwakilan siswa dan orang tua. Kepala MTS Yasira Bapak Aep Saepudin, SPd.I, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga atas pencapaian para siswa dan berharap mereka terus semangat belajar di jenjang berikutnya. “Perpisahan ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan panjang. Kami bangga bisa mendampingi kalian tumbuh, belajar, dan berkembang selama di sini,” ujar Bapak Aep SPd.I Acara dilanjutkan dengan penampilan seni dari para siswa, seperti tari tradisional, paduan suara, dan pembacaan puis...

Kemeriahan Peringatan HUT RI ke-80 di Desa Darmareja Nagrak Sukabumi

  Desa Darmareja tahun ini kembali menjadi saksi semaraknya perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80. Warga desa dengan penuh semangat dan kebersamaan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memperingati momen bersejarah ini, salah satunya melalui karnaval meriah yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Karnaval yang digelar melibatkan partisipasi dari tiap Rukun Tetangga (RT), serta siswa-siswi dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP hingga SMA. Dengan pakaian penuh warna, kreativitas hiasan, serta iring-iringan jampana yang khas, suasana desa berubah menjadi lautan kegembiraan. Antusiasme masyarakat begitu terasa. Sejak pagi, warga sudah memadati sepanjang jalan desa untuk menyaksikan parade. Anak-anak tampak gembira mengikuti karnaval dengan kostum unik, sementara orang tua dan masyarakat lainnya dengan bangga menyemangati peserta. Festival jampana menjadi salah satu daya tarik utama, menampilkan hasil bumi serta kreasi seni budaya...