12.Cerita satu malam
Sungguh belum pernah merasakan perasaan pada saat ini di mana aku bisa bersama dengan orang yang aku cintai. Sepuluh
tahun berpisah dan hanya merasakan rindu, resah gelisah yang
tidak pernah musnah. Rindu yang sudah menggunung kini mencair. Aku tidak bisa berkata apa-apa
lagi hanya bersyukur.
Tak henti hentinya aku bersyukur kepada Tuhan yang maha Rohman atas nikmat yang diberikan. Rasanya bahagia
hidupku dengan pertemuan kembali cinta sejati. Seakan hidupku terang kembali tersinari dengan pertemuan.
Malam itu aku duduk di ruang tamu
berdua hanya bercerita. Menikmati sejuta rasa yang penuh dengan warna. Malam semakin larut, selarut perasaan
kami berdua. Begitu Anggun Meli dengan
baju merah malam itu. Dan
snyumnya yang begitu menawan seperti aku
waktu duduk pelaminan dahulu.
Meli pertam yang bercerita kenapa dia sampai di ibu kota.
“Setelah kejadian malam itu aku pingsan mas. Aku tidak mau makan dan minum hanya
mengurung diri di kamar. Rasanya hidup
tak berguna dan tidak ada harapan lagi. Semua hancur lebur musnah dan punah.”
“Sering kali ibu merayu untuk
makan, tetap tidak mau. Suatu hari aku didatangi sahabatku Dini yang menjadi sekretaris di ibu
kota, dia terus merayuku dan membujukku
agar aku makan. Dini mengatakan jangan merusak diri sendiri tapi harus percaya dengan takdir ilahi walau
pahit sekarang Isnsyaallah nanti berujung manis. Sedikit rasa aku setuju dengan
Dini mau makan hanya sesuap dan seteguk air hanya bertahan, agar tidak mati kelaparan. Dunia terasa gelap dan langit terasa menghimpit sudah hilang
keinginan dan harapan. Entah berapa lama aku
seperti itu, tidak keluar dari
kamar. Kerjaanku setiap hari hanya menangis dan meratapi kehidupanku.”
“Berbulan bulan aku tidak ada
perubahan yang berubah adalah perutku. Orang lain aku kena penyakit busung
lapar. Ibu mendatang seorang dokter untuk memriksa aku. Hasil pemeriksaanku
ternyata aku hamil mas.Kesedihan dan kepedihanku bertambah dengan mendengar aku hamil.Bagaimana nasib anakku
nanti.aku sudah tidak bisa berpikir lagi hanya bisa pasrah.”
“Kehamilanku sudah hampir lima
bulan datang lagi peristiwa yang menyakitkan.
Ayah meninggal akibat
penyakit jantung yang
dideritanya. Bagaimanapun dia ayahku walau dia sangat galak sekali. Mungkin dia
bersikap begitu karena dia sangat mencintaiku tapi salah caranya. Ketiak dia
sakaratul maut dan di nafas terakhirnya berwasiat mas. Ayah mengatakan kalau aku sempat bertemu mas Deni mintakan
maaf segala kesalahnya. Malam yang begitu kelam ayah menghembuskan nafas
terakhirnya. Pecah sudah seisi rumah dengan air mata bersimbah tak terbendung
lagi.”
“Seminggu kemudian paman - pamanku
datang bukan untuk mengobati luka dan ikut berduaka. Tapi mereka memaksa minta
bagian warisan. Dengan segala rekayasa dan
kebohongan mereka harta ayah
dibagi bagikan, sedangkan aku dan ibu hanya kebagia rumah dan
pekarangan.selain itu mereka yang menguasai. Aku dan ibu hanya hanya pasrah
karena mereka seperti karasukan
setan. Mau melawan kami hanya perempuan tidak ada yang menghiraukan. Ketika
ayah masih hidup orang - orang simpati dan
mendekati tapi setelah ayah pergi mereka tidak ada lagi,munafik.”
“Aku melahirkan bayi mungil aku beri namanya Ana Amalia. Alhamdulihah
putriku lahir dengan sempurna di klinik bidan Marpuah. Ana dilahirkan hari
Jum`at tanggal lima juli jam enam pagi.
Aku dan ibu membesarkan Ana dengan penuh
kasih sayang. Ibu jualan sayuran untuk
memenuhi kebutuhan kami mas. Asalnya ibu
malu dan ragu, dari orang terkaya di kampung sekarang harus berkeliling jualan sayuran. Ibu tidak pernah
mengeluh di depanku.”
“Setelah setahun Ana tepat
dihari ulang tahunya. Datang cobaan yang
menimpaku seakan langit runtuh dan bumi
hancur ketika ibu meninggal dunia, tabrak lari. Ibu satu –satunya orang yang
melindungi dan merawatku dan Ana kini
telah tiada lagi. Putus asa sudah merasuk ke jiwaku namun ada keajaiban aku sedikit semangat ketika aku metap
wajah Ana dengan senyumnya yang manis.”
“Tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan. Aku hanya bisa menangis dan
menangis. Aku branikan diri untuk
melamar pekerjaan. Aku kerja digarmen mas. Ana aku titipkan ke tetangga
aku berikan upah, walau sedikit kekawatiran tapi apalah daya aku
harus bekerja. Aku pikir yang penting
halal anakku butuh pempes dan susu. Aku berkerja dari pagi sampai sore.”
“Di pabrik aku sebagai tenga
administrasi sudah lumayan, perasaan aku bisa bernafas. Eh datang lagi cobaab,aku di Phk. Dengan alasan
yang tidak jelas aku dikeluarkan dari perusahaan. Aku tahu dari temanku bahwa
aku difitnah Dewi, teman sekampungku bahwa aku seorang janda yang selalu mengoda superpaiser sehingga istrinya datang ke atasanya untuk
memberhentikan aku. Padahal Dewi itulah yang mendekati superpaiser itu.”
”Tapi demi Allah mas aku tidak
berbuat maksiat aku kerja hanya demi ankku. Seperti istri Nabi Ayub yaitu Siti Rohmah, dia kerja demi suaminya sedangkan aku kerja demi anakku.”
“Tiga tahun sudah anaku bertambah
usianya. Di kampung susah tidak ada
pekerjaan. Waktu itu aku ikut temanku Heni ke ibu kota.
Mungkin merasa kasihan dengan keadaanku
dia mengajak aku ke sana. Sementra sebelum aku mendapatkan pekerjaan aku
tinggal di rumahnya dan membatunya.” “Seminggu berjalan mulus tidak ada masalah. Namun dua
minggu kemuidan suaminya Heni, Burhan genit dan suka menggoda aku. Masih
teringat kejadian aku sendirian di rumah. Suatu hari Heni pergi entah ke mana dan
semua anak- anak sedang main di luar rumah bersama teman temanya. Tiba -tiba saja burhan merayuku
tapi aku tidak tergoda, karena
tidak ada tanggapan dariku akhirnya dia mendorong tubuhku ke kamar. Aku terjatuh ke tempat tidur ketika
mas Burhan mau masuk mengikutiku, tiba - tiba saja Heni datang. Melihat
kejadian itu Heni langsung masuk ke kamarku.
Dia begitu marah dan menjambak rambut suaminya dan memukulinya. Tetapi Burhan
membalikan pakta dan membela diri dengan ngeles. Katanya aku yang
menggoda dia sudah aku jelaskan ke Heni, kelakuan suaminya dengan derai
air mata tapi dia tidak mau mendegar penjelasan ku. Akhirnya aku diusir dari
rumah Heni malam hari. Aku membawa tas
pakaian dan ku gendong Ana Sambil
keluar dari rumah Heni. Malam itu hujan
sangat deras Ana kedinginan aku bungkus dengan jaket dan kresek .”
“Aku pasrahkan semuanya kepada
Allah aku hanya mahluk yang lemah untuk
dilindungi dari segala cobaan dan godaan. Aku selalu berdoa dari jahatnya nafsuku dan nafsu lelaki yang jahat. Malam itu hujan tidak
berhenti seperti kesedihanku yang terus menimpaku. Aku berjalan di bawah guyuran hujan, terseok seok.
Badanku terasa beku dan kakipun terasa
kaku. Aku harus berjalan menjauh dari
rumha Heni itu. Semua orang Tidak ada yang simpati melihat aku seperti itu.”
“Badanku sudah tidak kuat lagi
menahan dingin dan lelah akhirnya aku
ambruk ditepi gang. Badanku merasa beku
sekali kepalaku sudah berkunang - kunag
tapi aku sekuat tenaga aku peluk Ana jangan sampai dia kehujana dan kedingian.
Namun cahaya merah seolah menabrakku dan aku tidak ingat apa - apa lagi.”
“Aku bangun sudah siang mendengar tangisan Ana. Badanku terasa
remuk dan tidak berdaya. Aku tidak tahu
di tempat apa dan di mana tapi banyak
orang yang aku tidak kenal. Mereka mengelilingiku dengan wajah seperti sedang
menunggu sesuatu. Aku paksakan mau
bangun namun ada suara melarangku.Ternyata aku sudah ada di daerah yang tadi
kita bertemu. Aku hanya diam karena tubuh
ku masih merasa sakit semua dan masih lemas. Ada seorang ibu yang menyuapi aku
bubur hangat. Aku paksakan memakannya supaya tenaga pulih kembali.”
“Aku bisa lagi memluk anakku
seorang bidadari yang Allah berikan kepadaku, dialah penyemangat hidupku. Aku
ciumin pipi Ana. Ana tidak kenapa kenapa dia sehat sehat saja.”
“Dari hari itulah aku jadi orang
sana karena berhutang nyawa kepada mereka terutama kepada Pak Tua. Kalau bukan karena pertolongan pak tua mungkin aku
sudah jadi sampah. Aku rasa mereka baik semua dan aku terlindungi di sana
tinggal di daerah itu. Mungkin menurut orang
lain itu adalah perkampungan kumuh, penduduknya
kurang beruntung secara ekonomi, kasar dan jahat. Aku dianggap anak oleh mereka
patua dan istrnya. Dulu mereka memiliki anak seusiaku meninggal jatuh ke sungai itu dikejar orang
jahat.”
“Allah masih memberikan kesempatan
kepadaku dan membesarkan Ana. Dia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan
cantik. Ana selalu dihina di sekolahnnya karena selalu jualan denngan pakaina kumel karena dari daerah kumuh. Ana anak yang pintar sekali mas kaya
kamu dahulu, rangking satu terus. Aku tidak menyuruh Ana jualan namun dia memaksa. Sampai berhenti karena selalu ketemu orang yang selalu mengikutinya
padahal ayahnya sendiri. Walau tinggal rumah
gubuk di daerah kumuh tapi di sini jauh lebih nyaman dari istana.”
“Apakah kamu tidak meridukan aku
mey ? disela sela ceritanya aku bertanya.
“Bukan merindukan lagi Mas setiap
hari dan malam aku berdoa semoga
dipertemukan lagi. Aku yakin bahwa Allah maha mendengar dan mengabulkan dan
Allah mah mencintai hambanya. Pasti Allah memberikan yang terbaik. Aku selalu
menangis di sajadah lusuhku agar aku bertemu denganmu. Aku ingin memberikan
kabar bahwa aku sudah melahirkan anaknya.”
“Apa tidak terpikir oleh kamu
untuk menikah lagi?
“Tidak mas aku hanya memikirkan Ana,
hidupku segalanya untuk Ana aku sudah tidak memikirkan kebahagian untuk diriku.
Walau banyak lelaki yang berhasrat untuk
menikah dengan aku tapi aku selalu menolaknya.
Pernah aku juga dibujuk sama ibu untuk menikah lagi kaena masih muda dan cantik
katanya. Entah berapa lelaki yang datang langsung kepadaku dan Pak Tua tak
satupun yang bisa mendobrak hatiku. Aku kunci
rapat semuanya demi Ana. Tapi
pernah suatu hari aku dekat dengan seorang lelaki yanag baik nama Hasan
seorang pedagang makanan. Namun aku tidak bisa menerimanya mas karena
bayangan wajahmu mas dan juga masa lalu
dengan bayangan Ana seakan
menghalangiku. Aku selalu bermimpi selalu berjumpa denganmu mas, kamu itu dekat
tapi kita sulit dipertemukan. Sampainya
hatiku sudah beku.
“Kalau sekarang masih beku ?” godaku
“Sekarang sudah meleleh mencair hhh .”Senyum manis mey yang begitu manja itulah yang tidak bisa kulupakan. Aku selalu
mendengar lirik nyanyian H Rhoma Irama. kurindu gayamu ketika bermanja tawa lepas renyah ceria. Mey memang sekarang lebih
kurus karena menahan beban
kehidupan yang begitu berat.
“Mey aku pikir hanya aku saja
yang menderita jauh dari kampung
halaman ternyata kamu jauh lebih
enderita dari aku.”
Semalam satu cerita perpisahan
samapi pertemuan. Kami tidak bisa tidur hanya duduk disopa dan bercerita tentang
kisah kami berdua sejak berpisah malam itu.
Komentar
Posting Komentar