Langsung ke konten utama

Tebing Di Ujung Gang bagian Empat

 




4. Gemuruh

 

Sepanjang jalan  aku  berdo`a semoga selamat sampai tujuan, juga tidak terjadi apa-apa di sana. Bukan tidak rindu kampung halaman, tempat kelahiran  dan tempat bermainku bersama kawan. Tapi Karena  luka lama itulah aku  tidak mau kembali, kalau bukan karena nasehat ustad  aku tidak mungkin untuk pulang kampung. Tapi dengan  kebesaran hati untuk silaturahmi agar jangan memiliki dendam,karena memutuskan silaturahmi adalah dosa besar.

Karena  mudiknya mungkin satu atau dua hari jadi aku memakai mobil saja. Sedangkan kalau memakai motor  memang cepat  tapi aku tidak bisa membawa barang banyak dan juga takut  hujan. Jadi kalau membawa mobil begini  tidak  begitu ribet  kepanasan dan kehujanan, paling terjebak macet karena musim liburan. Aku jalanya santai  saja yang penting selamat sampai tujuan dan kembali dengan selamat. Aku  sendiri saja pulang kampung  bukan berarti tidak mau ditemani tapi  karena semua sudah memiliki rencana liburan masing-masing.

Ternyata   kenangan lama itu sulit dilupakan walau dengan berbagai macam, tidak bisa musnah dimakan waktu tidak hilang di makan masa. Pantas orang bilang luka dengan pedang bisa diobati tapi luka di dalam hati kemana hendak obat dicari. Masih teringat di ingatanku, kurang lebih sepuluh tahun yang lalu aku  pergi dari kampung  ke kota ini karena  setelah aku  menceraikan istriku  yang paling aku cinta makanya sampai hari ini aku  tidak mau memiliki pasangan lagi tapi saya cari uaang sebanyak banyaknya. Karena  ketika aku tidak memiliki uang  aku sangat dihina tidak. Dari peristiwa itulah aku  jadi membenci diriku yang tidak bisa cari uang. Tapi Alhamdulilah  aku tidak  kebablasan  dalam masalah dendam dan  memuja harta, karena ada ustadza yang membingbingku.

Sepuluh tahun yang lalu

Aku   mencintai istriku  Meli Sapriani anak tuan tanah di kampungku. Cinta tidak memandang kasta  hanya ego manusia saja yang  mebeda - bedakan. Seperti dalam cerita  Kais  dan lalila  yang sekarang menimpaku. Hanya saja mereka berujung dengan kematian cinta tidak sampai di pelaminan, sedangkan aku beujung dengan perceraian dan pengusiran. Dengan berat hati   aku dinikahkan oleh orang tua Mey. Namun  ketika  perjalanan  pernikahanku usia  enam bulan, sambil menunggu  panggilan pekerjaan yang belum  ada balasan. Aku hanya bekerja  serabutan     sambil menunggu balasan   namun dengan pekerjaan  seperti itu  ayahnya  Mey semakin benci dan memaksa aku harus menceraikan  Mey.

Mey memang seorang gadis manis yang begitu cantik menarik, bukan saja aku  yang tertarik semua lelaki pasti  tertarik. Begitu indah senyumnya  menggoda setiap pria tidak perduli  dia itu  tua atau muda. Bersaing dan berlomba setiap pria untuk mendapatkan cintanya. Akupun sangat  mencintai Mey  tapi aku minder dengan keadaanku. Orang datang kepada  Mey   dengan segala kelebihanya. Aku datang kepada kepada Mey dengan segala kekuranganku.Teringat  dengan pepatah orang tua dahulu  sentuhlah hatinya maka dia akan menjadi milikmu selamanya. Mungkin dengan bahasa itulah Mey  menerima perasaanku. Namun mahligai cinta yang dibangun  berdua harus runtuh dalam sekejap karena  perbedaan kasta.

Aku diusir malam itu dan harus menandatangani  surat cerai. Jadi malam yang begitu kelam  dengan guyuran hujan  dan suara petir  yang besahutan, terakhir aku melihat wajah isriku yang penuh denggan air mata karena tidak ingin perceraian itu terjadi.  Dengan tangan gemetar dan penuh kekacauan pikiranku di bawah hinanaan dan tekanan, aku menandatangani surat cerai itu. Aku sudah tidak kuat lagi biarlah takdir yang menetukan nasib kami ke depanya. Semua aku  serahkan kepada Tuhan Yang Maha Rohman.

Penghinaan yang aku terima dari semua orang, sudah tak terhitung  banyaknya.  Dengan penghinaan  masih bisa bertahan tapi memperjuangkan cinta yang selama ini kami bina ternyata kandas karena kurang uang. Waktu itu ibuku sudah meninggal begitu juga ayahku. Semua saudaraku paman dan bibiku  tidak ada yang membelaku apalagi  tetanggaku hanya mencemooh dan mengejekku. Dari itu aku dendam kepada semua orang, karena tidak seorang pun yang peduli dengan  diriku. Sedikit    harapanku yang tersisa aku akan   mengubah hidupku. Dengan pergi ke kota besar mengadu nasib di sana. Daripada prustasi dan putus asa, bunuh diri  sehinggaga  aku mati konyol lebih baik aku pergi jauh  dan tidak kembali.

Malam itu juga pergi ke tempat  rumah sahabatku, aku akan  ikut  ke kota besar dengannya. Karena sahabtku ini  katanya sudah kerja  di kota dan bisa  memberikan aku pekerjaan. Ketika dalam kekacaukan pikiran  seperti itu, ada yang  mau menolong seperti aku kehausan di padang pasir  ada orang yang  menawarkan  just alpukat tentu aku anggap dia sebagai malaikat penolongku. Semua yang aku punya semua jual dan aku bawa semua ke kota. Tidak banyak yang aku pikirkan  karena memang aku tidak bisa berpikirlagi. Yang ada dalam pikiranku adalah pergi dan pergi jauh…

Tidak terasa sudah hampir  sepuluh tahun lagi. Aku pergi dari kampung  ke kota ini, setelah aku  menceraikan istriku yang paling aku cinta. Makanya sampai hari ini aku  tidak mau memiliki pasangan lagi tapi aku  cari uaang sebanyak banyaknya,  karena  ketika tidak memiliki uang  terasa terhina  hidup ku ini.

Yang paling menyakitkan bukan karena hinaan  dan cemoohan, tapi aku harus  meninggalkan  orang yang paling aku cintai Meli Sapriani. Masih  terlihat di malam itu  derai air mata   membasahi pipinya dan dia pingsan   ketika aku menandatangai     surat cerai itu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah.

Hancur hatiku  berkeping - keping  sampai hari ini  masih  belum bisa  bersatu lagi. Sulit aku percaya sepedih dan sepahit itu  perjalanan  cintaku. Namun  sekarang aku sadar itu  adalah  perjalanan takdirku  sebagai  romantika  kehidupan.  Mungkin esok atau lusa akan bertemu dengan  kebahagiaan  yang sudah disiapkan Tuhan.

Kadang aku memiliki rasa  dendam juga dengan orang orang yang telah menyakitiku. Tapi setelah mendapat ceramah  dari ustadz  hatiku sedikit lembut, karena  dendam tidak menyelesaikan masalah bahkan hanya akan  menambah masalah. Dahulu memang sangat dendam sekali dengan saudaraku yang tak membela,juga kepada tetangga yang sangat  mencemoohkanku, yang paling  dendam benci adalah sahabatku  Alek  yang ku anggap sebgai malaikat penolong  ternyata dia adalah  orang munafik dan penipu. Setelah uangku dibawa pergi dia  membuang diriku.

Inilah perjalanan hidupku yang harus mengalami seperti ini. Sebetulnya bukan aku tidak rindu kekampung halaman  tapi aku belum siap  bertemu  atau melihat  Meli Sapriani. Mungkin  Meli sudah  dan memiliki suami dengan orang lain . Sedangkan aku masih sendiri   dan tidak mau menerima cinta orang lain. Hatiku telah beku  terkubur sepuluh tahun yang lalu, segala perasaanku  telah musnah hanyut terbawa air bah malam itu.

Sekarang aku aku akan pulang kampung dengan  segala perasaanku, karena masa  masa indah bersama Meli tidak mungkin kembali. Hanya kehidupanku yang pahit  silih berganti  mendatangiku. Senyum manis Meli sapriani seakan ada di muka ku.Tapi harapanku mungkin  musnah karena  Meli  sudah menikah  dengan orang lain.

Sepanjang  perjalanan itu gemuruh rasa di dada   menggelora seperti badai di lautan. Tapi  setiap  masalah akan hilang kalau kita  bergantung kepada Tuhan yang Maha Rohman. Detak jantungku semakin kencang  ketika aku berbelok ke jalan menuju arah kampungku. Sekarang sudah banyak yang berubah  tidak  serimbun dahulu, dahulu waktu  masih  aku dikampung  jalan itu kanan  dan kiri banyak pohon  bambu. Tapi sekarang Kanan dan kiri jalan  banyak rumah dan juga warung jualan dan juga  perbengkelan.

Malam  yang begitu cerah  namun tak secerah hatiku aku sampai di kampung halamanku. Aku bingung  seakan  ada  di daerah yang asing karena  di kampung halamanku  ternyata terhampar perumahan baru. Ketika aku belok ke gang   rumahku dahulu sekarang  sudah  di pagar tembok oleh  perumahan.

Tidak seorangpun  yang mengenaliku mungkin karena perubahan wajahku dan tubuhku dahulu kurus kering sekarang agak gemuk sedikit dan berkacamata,lagian malam hari. Ketika  aku bertanya tentang paman  dan bibiku ternyata mereka semua sudah meninggal dunia. Aku  diantar  ke rumah Pak Rt oleh  ronda yang ada di pos itu. Malam itu aku  bermalam di rumah Pak Rt, Karena beliau mengenaliku. Aku bahagia  bisa  sampai  di kampung ini dengan  selamat dan tidak  macet sama sekali.Untuk jiarah dan bersilaturahmi mungkin besok saja. Ketika  beres Jiarah dan bersilaturahmi aku langsung  pulang lagi ke kota.

“Jam berapa tadi berangkat den?” kata pak Rt

“Sore Pak Rt  sekitar jam  empat sore.”

“Ayo diminum kopinya  mungpung masih hangat!”

“Iya pak, terimakaasih.”

Malam itu aku mengobrol  dengan Pak Rt tentang  segala macam, tentang cerita aku  ke kota  dan  tentang daerah menjadi  perumahan. Setelah mengobrol dengan Pak Rt aku masuk kamar yang telah  disediakan  Pak Rt untukku. Aku Istrirahat di sana , namun mataku  tidak terpejam karena masalalu  terbayang.

Padahal sebelum kepergianku,kampung ini  adalah hamparan sawah  yang begitu  luas. Aku dan kawan - kawan  suka  memancing belut di sawah  kalau sore, ketika sawah   mau di tanami padi. Paling seru kalau musim panen semua tetangga  ramai  banyak  di sawah  dan anak-anakpun  membuat seruling dari  batang padi. Di pematang sawah itu ada solokan  yang mengalir airnya  dan mengairi sawah  di situlah aku berjalan  bergandengan tangan  menyelusri  solokan itu. Gelak tawa Meli masih terdengar di telingaku apalagi saat di terpeleset  ke dalam lumpur  sawah. Masa indah telah musnah   di sapu  malam kelabu dengan badai dan halilintar malam itu. Hanya gemuruh  di sungai  yang tiadak henti membawa  air  mengalir jauh  ke laut  dan bersatu dengan segala rasa di dalam jiwa.

Kini aku kembali  setelah semua berubah  dan musnah  hanya  mebuka luka lama dan terlihat kembali  detik detik masa lalu. Sulit aku percaya  bahwa aku harus ada lagi di sini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perpisahan Kelas 5 MI Cijulang di Rumah Guru Kelas

  Pada hari   kamis yang sedikit mendung namun tidak mengurangi rasa bahagia, siswa-siswi kelas 5 MI Cijulang mengadakan acara perpisahan yang sederhana namun berkesan. Acara ini dilaksanakan di rumah saya sebagai guru kelas   mereka sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur atas perjalanan belajar selama satu tahun. Suasana penuh keakraban terasa sejak awal. Para siswa datang dengan pakaian rapi dan senyum ceria. Saya menyambut mereka semua  dengan ramah dan hangat. Karena acaranya tidak formal hanya ngobrol biasa -biasa saja . Setelah itu, kegiatan inti pun dimulai makan bersama. Aneka hidangan yang sudah   tersaji dengan beralaskan daun pisang. Suasana makan berlangsung santai dan penuh tawa, menciptakan kenangan manis bagi semua yang hadir. Acara ini bukan hanya sekadar perpisahan, tetapi juga bentuk kebersamaan dan rasa kekeluargaan antara guru dan siswa.Semoga kenangan indah ini menjadi penyemangat bagi siswa dalam melanjutkan pendidikan mereka ke ke...

MTs Yasira Gelar Acara Perpisahan Sederhana Namun Penuh Haru dan Kebahagiaan

Suasana haru dan penuh suka cita menyelimuti Halaman Mts Yasira  pada hari Senin (16/6/05), saat seluruh siswa kelas IX mengikuti acara perpisahan yang digelar sebagai penutup perjalanan mereka selama tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Acara bertajuk “Langkah Awal Menuju Masa Depan” ini dihadiri oleh seluruh siswa kelas IX, orang tua, dewan guru, serta staf sekolah. Rangkaian kegiatan dimulai sejak pukul 08.00 pagi dengan pembacaan doa, sambutan kepala sekolah, serta perwakilan siswa dan orang tua. Kepala MTS Yasira Bapak Aep Saepudin, SPd.I, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga atas pencapaian para siswa dan berharap mereka terus semangat belajar di jenjang berikutnya. “Perpisahan ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan panjang. Kami bangga bisa mendampingi kalian tumbuh, belajar, dan berkembang selama di sini,” ujar Bapak Aep SPd.I Acara dilanjutkan dengan penampilan seni dari para siswa, seperti tari tradisional, paduan suara, dan pembacaan puis...

Kemeriahan Peringatan HUT RI ke-80 di Desa Darmareja Nagrak Sukabumi

  Desa Darmareja tahun ini kembali menjadi saksi semaraknya perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80. Warga desa dengan penuh semangat dan kebersamaan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memperingati momen bersejarah ini, salah satunya melalui karnaval meriah yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Karnaval yang digelar melibatkan partisipasi dari tiap Rukun Tetangga (RT), serta siswa-siswi dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP hingga SMA. Dengan pakaian penuh warna, kreativitas hiasan, serta iring-iringan jampana yang khas, suasana desa berubah menjadi lautan kegembiraan. Antusiasme masyarakat begitu terasa. Sejak pagi, warga sudah memadati sepanjang jalan desa untuk menyaksikan parade. Anak-anak tampak gembira mengikuti karnaval dengan kostum unik, sementara orang tua dan masyarakat lainnya dengan bangga menyemangati peserta. Festival jampana menjadi salah satu daya tarik utama, menampilkan hasil bumi serta kreasi seni budaya...